Adil tak berarti sama rata

Dulu, jaman saya dan adik-adik masih kecil-kecil (fyi, kami empat bersaudara dengan jarak cuma beda setahun), mama selalu membagi sama rata makanan kami.

Potongan Kue Brownies
Potongan kue brownies 


Kebetulan mama dulu rajin membuat kue atau camilan. Nah, tiap kali membuat camilan tersebut, mama selalu menghitung total jumlahnya, lalu dibagi sesuai jumlah anggota keluarga. Jadi kalau mama membuat 30 potong cake, maka tiap orang (anak 4 + 2 orangtua) akan mendapat jatah 5 potong cake.

Tak hanya camilan saja, bahkan lauk pauk pun biasanya dibagi sama rata. Misalnya lagi buat udang balado, ya dihitung dulu total jumlah udangnya, dan diumumkan tiap orang "boleh" mengambil sesuai jumlah yang sudah dibagi. Untuk makanan berkuah dengan jumlah terbatas kadang juga dijatah sesuai porsi, biar "adil" katanya.

Di satu sisi, cara mama membagi makanan ini "terlihat adil", karena semua orang mendapat jatah yang sama. Tapi di sisi lain, kurang menstimulasi kepekaan dan berbagi dengan saudara, cenderung egois dan kurang empati. "Gw dah dapat bagian gw, terserah yang lain. Kan sama2 dah dapat bagian!"

Well, ketika punya anak, saya ga merasa perlu membagi makanan sama rata untuk 3 anak. Kami tak pernah sibuk menghitung total jumlah makanan. Anak-anak bebas mengambil sejumlah yang mereka suka. 

Anak-anak kami rangsang/stimulasi untuk lebih peka. 

"Hei, yang mau makan bukan cuma kamu aja, ada sodara yang lain juga sama pengennya". 

So, dengan cara ini, anak-anak terbiasa untuk mengambil sepuas mereka mau, tapi juga belajar menahan diri untuk peka terhadap saudaranya yang lain. Anak-anak juga belajar menahan diri dan bertenggang rasa terhadap kebutuhan saudaranya, jadi mengambil makanan secukupnya. 

Anak-anak bukan hanya belajar mengukur untuk dirinya sendiri, tapi juga belajar mengukur kebutuhan orang lain. Mereka jadi belajar mengenal kata cukup dan mengerem diri, tanpa harus "dipaksa" untuk merasa cukup.

Tak jarang, karena sama-sama menahan diri, di akhir-akhir ada makanan yang tersisa. Nah kalau sudah begini, tetap kami tidak membagi-bagi sama rata, tapi menawarkan kepada yang masih mau. Kalau semuanya mau? Ya baru lah dibagi rata.

Seringnya dialog-dialognya akan jadi begini

"Falda masih mau?"

"Ngga, buat kakak aja"

Atau

"Kakak masih mau ngga nih?"

"Ngga, buat Falda aja"

So, buat kami, pada akhirnya, adil itu tak berarti sama rata. Adil itu lebih ke sesuai kebutuhan masing-masing. Ada anak yang makannya lebih banyak karena memang doyan tapi berusaha mengerem keinginannya untuk makan berlebihan, karena ingat masih ada saudara-saudara yang lain. Sebaliknya saudara yang lain ada yang makannya sedikit dan memilih memberikan porsi lebih banyak kepada saudaranya. Jadi anak-anak belajar untuk lebih peka dan berbagi.

Yah, itu sih ala keluarga kami ya. Tentu tiap keluarga punya value yang berbeda. Bagaimana dengan di keluarga teman-teman? Ada masukan? Siapa tahu kami bisa belajar mengenal cara lain 😁

Komentar

Postingan Populer