Membangun Kesetaraan Gender di Keluarga

Beberapa minggu lalu saya ikut talkshow yang membahas kesetaraan gender dalam lingkup kerja. Memang sih, topiknya ga ada hubungannya sama keluarga. Tapi, dari beberapa pembicaranya, ada beberapa hal menarik yang membuat saya jadi ingin menuliskan ini. 



Menurut mas Jundi *cmiiw dari Aliansi Laki-laki Baru, membangun konsep kesetaraan gender ini hendaknya sudah ditanamkan sejak dari keluarga kecil. 

Mulai dari tidak membeda-bedakan mainan anak laki-laki dan perempuan. Masih banyak kan tuh yang membedakan konsep mainan buat anak laki-laki dan perempuan. Perempuan main boneka, lalu laki-laki dianggap ga pantes main boneka. Atau sebaliknya, perempuan disebut ga pantes main bola, dsb. 

Bisa juga mulai dari tidak membeda-bedakan baju dan warna yang dipakai anak laki-laki dan perempuan. Laki-laki misalnya disebut ga pantes pakai baju pink. Padahal, dalam konsep kesetaraan gender, pakai baju warna apa aja mah bisa aja kan buat laki-laki dan perempuan.

Kemudian beberapa pekerjaan-pekerjaan domestik bisa dimulai dari tidak mengkotak-kotakkannya berdasar gender. Misalnya, ayah cuma pantes benerin genteng, while ibu pun sebenarnya juga bisa. Ayah ga pantes masuk dapur dsb. 

Menurut mas Jundi, coba lah berikan ruang pada laki-laki untuk melakukan pekerjaan-pekerjaan domestik itu, tanpa judgement. Jangan dibully jika mereka mencoba melakukannya, atau jangan berikan glorifikasi berlebihan ketika laki-laki melakukan pekerjaan RT, seolah-olah sesuatu yang hebat, while saat ibu, istri melakukannya setiap hari, tak pernah dipandang sama luar biasanya😢.

Kalimat-kalimat semacam "wah hebat suaminya mau gendong anak, rajin nyuci piring, mau jemur baju" malah justru melemahkan kesetaraan gender. Loh kog? Lah ya, perempuan kan juga melakukan itu sehari-hari, kenapa ga diapresiasi? Kenapa ga dipandang sama hebatnya?

Keliatannya sepele ya bahas ini, tapi beneran membuka wawasan sih. Ternyata banyak juga hal-hal kecil yang secara ga sadar malah membuat kita jadi seperti membuat jurang gender jadi lebar 😭.

Perpektif baru dari sudut pandang laki-laki tentang kesetaraan gender.

Selama ini saya sudah menerapkan sebagian kecil perspektif kesetaraan gender di keluarga. Ya sebagian kecil, karena peernya masih banyaaak 😂.

Salah satu yang sudah dimulai sejak anak-anak kecil ya dengan tidak membeda-bedakan apa yang harus mereka kerjakan. Anak laki-laki di rumah ya nyuci piring, nyuci baju sendiri, masak nasi, masak atau goreng-goreng makanan sederhana, sampai bisa jahit pakaian robek sendiri 🤣. Eh?

Iyess, dulu waktu kelas 4 SD, Ferdi pernah mengeluhkan seragamnya yang robek. Saya tidak menawarkan untuk menjahit bajunya, tapi malah menyodorkan sekotak bahan jahit.

"Tuh, jahit sendiri Fer"

*mamak kejam* 🤣🤣

"Tapi Ferdi ga bisa bund"

"Gampang kog, gini nih caranya"

Saya cuma menunjukkan sedikit cara menjahit, selebihnya saya beri Ferdi kesempatan untuk belajar menjahit sendiri seragamnya yang robek!

Emaknya ngapain? Supervisi! 🤣. Yess, saya duduk di dekatnya, menemaninya menjahit sambil mengawasi apa yang dilakukan. Pokoknya beneran cuma ngawasin, ga gatel pengen kritik ini itu, keinginan itu harus saya rem kenceng-kenceng, biar anaknya ga bete dibawelin emaknya, ntar malah mutung dan ga pede. Alhamdulillah Ferdi berhasil menjalankan misi, jahitan tuntas dan ga ada kasus tangan terluka atau tertusuk. Anaknya pun bangga bisa mengerjakan sendiri. Sejak itu ga pernah lagi ngeluh soal baju atau celana robek, kalau cuma robek kecil, cukup jahit sendiri, kecuali mau permak, baru lari ke tukang jahit 🤣.

Sekarang, saat Ferdi mulai kerja sambil kuliah, dia manfaatkan waktu liburnya yang cuma seminggu sekali buat nyuci baju. Ya jadi anak-anak belajar memanage waktu buat keperluannya sendiri. Kalau merasa bajunya kurang, ya harus meluangkan waktu buat nyuci

Ga cuma Ferdi, Faldi juga gitu, walau kadang banyakan malesnya, sampai bikin baju kotornya numpuk, tapi pasti dikerjain kalau baju bersihnya sudah menipis 🤣.

Kalau saya sedang pergi atau ada acara di luar dan ga sempat masak nasi, salah satu anak yang standbye di rumah, ga cewek, ga cowok, siapa pun, akan saya mintai bantuan buat masak nasi. 

Masih banyak peer saya buat membangun konsep kesetaraan gender ini di keluarga. Tapi, sekecil apa pun itu, saya terus berusaha agar anak-anak menanggalkan konsep patriarki dan bisa sepenuhnya mempunya konsep kesetaraan gender.

Komentar

Postingan Populer